Ketika
tahun 1394, ada seorang laki-laki bernama Said
Abdul Syukur
(Saik Abdul Syukur / Syeh Abdul Syukur) – seorang
ulama besar agama Islam yang datang dari Pasai Aceh.
Pertama
mengembara (syi’ar) agama Islam adalah ke Gunung Bungkuk. Setelah
sampai di Gunung Bungkuk, bertemu Raja
Gunung Bungkuk
yang bernama Ratu
Agung.
(lanjutan teks ini terputus karena sudah tidak terbaca lagi oleh
penterjemah).
Ratu
Agung di Gunung Bungkuk merupakan penganut agama Islam. Tidak lama di
Gunung Bungkuk, Said Abdul Syukur melanjutkan perjalanan ke Kute
Heban Batu dan bertemu Penguasa
Kute Heban Batu
yang bernama Pekik
Nyaring Arya Sakti
yang terkenal sakti perkasa.
Setelah
berdiskusi panjang lebar, berdua sepakat untuk sama-sama merantau dan
menyebarkan agama Islam.
Ketika
sampai ke Kute Muahe Hening (Muara Enim), bertemu dengan penguasa
Muara Enim - Syeh
Jalaluddin.
Diantar meninjau Muara Enim dan terlihat pertanian subur, agama Islam
sempurna dan umat patuh pada ajaran Islam, kehidupan makmur. Terlihat
sudah berdiri Patang Puluh Bubung Sudung.
Said
Abdul Syukur dan Pekik Nyaring Arya Sakti serta Syeh Jalaludin
kemudian melanjutkan ke Kute Tanjungan Ayek Hening (Tanjung Enim)
yang beragama Islam dan disambut hangat oleh Raja
Tanjungan Ayek Hening.
Selanjutnya
melanjutkan perjalanan ke Kute Lawang Kidul Ayek Hening (Lawang
Kidul). Ketika sampai di Kute Lawang Kidul, sedang terjadi kekacauan
karena ada perampok ulung dari Besemah yang bernama Benawa
akan merampok pusaka di Kute Lawang Kidul. Raja Kute Lawang Kidul
yang bernama Muhammad
Ilyas Bin Abdullah Suryadiningrat
yang berasal dari Pulau Pari dengan keris pusaka bernama Mahkute
Alam. Syeh Jalaludin + Said Abdul Syukur dan Pekik Nyaring Arya Sakti
menjadi saksi pertarungan tersebut.
Perampok
ulung sakti dari Besemah kalah dan melarikan diri ke hutan. Setelah
pertempuran selesai, disepakati putra tunggal Kute Lawang Kidul
sekaligus Hulu
Balang Kute Lawang Kidul – Muhammad Rasyid Patih Anom,
ikut Syeh Jalaludin ke Kute Muahe Ayek Hening. Tidak lama kemudian,
sampai juga ke Kute Lawang Kidul Raden Cili dan Rie Carang Sakti Jaka
Adipati menemui Hulu Balang Kute Lawang Kidul. (lanjutan teks ini
terputus karena sudah tidak terbaca lagi oleh penterjemah).
Kemudian
Raden Cili dan Rie Carang bersama Muhammad Rasyid menghadap Penguasa
Kute Lawang Kidul untuk pamit merantau pada orangtua Muhammad Rasyid
– Muhammad Ilyas Bin Abdullah Suryadiningrat. Sesuai kesepakatan,
tujuan pertama mereka adalah ke Kute Heban Batu yang dipimpin Raje
Pekik Nyaring Arya Sakti, meskipun melewati beberapa Kute.
Setelah
berjalan merantau, sampailah Rie Carang, Raden Cili dan Muhammad
Rasyid ke Kute Heban Batu. (lanjutan teks ini terputus karena sudah
tidak terbaca lagi oleh penterjemah)
Muhammad
Rasyid menyampaikan maksud dan tujuan mereka ke Kute Heban Batu. Rie
Carang dapat pusaka keris “Ular Belang”, Raden Cili dapat pusaka
keris “Macan Kumbang” dan Muhammad Rasyid mendapatkan “ilmu
kuasa ilmu – ilmu bertarung – ilmu kuasa besi”.
Setelah
lulus, mereka langsung pulang ke Kute Lawang Kidul, saat itu Raje
Kute Lawang Kidul – Muhammad Ilyas sedang pergi mengembara. Ada
kabar gembira bahwa mereka bertiga ....
(cerita
terputus karena bebue
kedua belum ditemukan)
Catatan :
1. Isi tulisan bersumber pada terjemahan bebue Darmo yang di terjemahkan oleh Bapak Drs. M Ansyori, sumber terjemahan dipegang Elita Wati.
2. Isi tulisan ini saya ubah kedalam bahasa Indonesia agar mudah difahami oleh semua, karena terjemahan asli masih menggunakan dialek dan kosakata bahasa Lematang Ilir.
3. Ketika ada kekeliruan, maka yang benar adalah terjemahan asli. Ketika dalam terjemahan asli ada kekeliruan, maka rujukannya adalah bebue yang asli.
4. Korelasi
informasi, dilihat di http://sejarahbenakat.blogspot.co.id/ dan
https://infokito.wordpress.com/2016/04/17/sejarah-dusun-tanjung-raman/
5. Semoga bermanfaat.
5. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar