Jumat, 07 April 2017

BEBUE DARMO


Ketika tahun 1394, ada seorang laki-laki bernama Said Abdul Syukur (Saik Abdul Syukur / Syeh Abdul Syukur) – seorang ulama besar agama Islam yang datang dari Pasai Aceh.
Pertama mengembara (syi’ar) agama Islam adalah ke Gunung Bungkuk. Setelah sampai di Gunung Bungkuk, bertemu Raja Gunung Bungkuk yang bernama Ratu Agung. (lanjutan teks ini terputus karena sudah tidak terbaca lagi oleh penterjemah).
Ratu Agung di Gunung Bungkuk merupakan penganut agama Islam. Tidak lama di Gunung Bungkuk, Said Abdul Syukur melanjutkan perjalanan ke Kute Heban Batu dan bertemu Penguasa Kute Heban Batu yang bernama Pekik Nyaring Arya Sakti yang terkenal sakti perkasa.
Setelah berdiskusi panjang lebar, berdua sepakat untuk sama-sama merantau dan menyebarkan agama Islam.
Ketika sampai ke Kute Muahe Hening (Muara Enim), bertemu dengan penguasa Muara Enim - Syeh Jalaluddin. Diantar meninjau Muara Enim dan terlihat pertanian subur, agama Islam sempurna dan umat patuh pada ajaran Islam, kehidupan makmur. Terlihat sudah berdiri Patang Puluh Bubung Sudung.
Said Abdul Syukur dan Pekik Nyaring Arya Sakti serta Syeh Jalaludin kemudian melanjutkan ke Kute Tanjungan Ayek Hening (Tanjung Enim) yang beragama Islam dan disambut hangat oleh Raja Tanjungan Ayek Hening.
Selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Kute Lawang Kidul Ayek Hening (Lawang Kidul). Ketika sampai di Kute Lawang Kidul, sedang terjadi kekacauan karena ada perampok ulung dari Besemah yang bernama Benawa akan merampok pusaka di Kute Lawang Kidul. Raja Kute Lawang Kidul yang bernama Muhammad Ilyas Bin Abdullah Suryadiningrat yang berasal dari Pulau Pari dengan keris pusaka bernama Mahkute Alam. Syeh Jalaludin + Said Abdul Syukur dan Pekik Nyaring Arya Sakti menjadi saksi pertarungan tersebut.
Perampok ulung sakti dari Besemah kalah dan melarikan diri ke hutan. Setelah pertempuran selesai, disepakati putra tunggal Kute Lawang Kidul sekaligus Hulu Balang Kute Lawang Kidul – Muhammad Rasyid Patih Anom, ikut Syeh Jalaludin ke Kute Muahe Ayek Hening. Tidak lama kemudian, sampai juga ke Kute Lawang Kidul Raden Cili dan Rie Carang Sakti Jaka Adipati menemui Hulu Balang Kute Lawang Kidul. (lanjutan teks ini terputus karena sudah tidak terbaca lagi oleh penterjemah).
Kemudian Raden Cili dan Rie Carang bersama Muhammad Rasyid menghadap Penguasa Kute Lawang Kidul untuk pamit merantau pada orangtua Muhammad Rasyid – Muhammad Ilyas Bin Abdullah Suryadiningrat. Sesuai kesepakatan, tujuan pertama mereka adalah ke Kute Heban Batu yang dipimpin Raje Pekik Nyaring Arya Sakti, meskipun melewati beberapa Kute.
Setelah berjalan merantau, sampailah Rie Carang, Raden Cili dan Muhammad Rasyid ke Kute Heban Batu. (lanjutan teks ini terputus karena sudah tidak terbaca lagi oleh penterjemah)
Muhammad Rasyid menyampaikan maksud dan tujuan mereka ke Kute Heban Batu. Rie Carang dapat pusaka keris “Ular Belang”, Raden Cili dapat pusaka keris “Macan Kumbang” dan Muhammad Rasyid mendapatkan “ilmu kuasa ilmu – ilmu bertarung – ilmu kuasa besi”.
Setelah lulus, mereka langsung pulang ke Kute Lawang Kidul, saat itu Raje Kute Lawang Kidul – Muhammad Ilyas sedang pergi mengembara. Ada kabar gembira bahwa mereka bertiga ....
(cerita terputus karena bebue kedua belum ditemukan)
Catatan :
1. Isi tulisan bersumber pada terjemahan bebue Darmo yang di terjemahkan oleh Bapak Drs. M Ansyori, sumber terjemahan dipegang Elita Wati.
2. Isi tulisan ini saya ubah kedalam bahasa Indonesia agar mudah difahami oleh semua, karena terjemahan asli masih menggunakan dialek dan kosakata bahasa Lematang Ilir.
3. Ketika ada kekeliruan, maka yang benar adalah terjemahan asli. Ketika dalam terjemahan asli ada kekeliruan, maka rujukannya adalah bebue yang asli.
4. Korelasi informasi, dilihat di http://sejarahbenakat.blogspot.co.id/ dan https://infokito.wordpress.com/2016/04/17/sejarah-dusun-tanjung-raman/  
5. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: